Kamis, 07 November 2013

Cause We were "BORNED" to be "BEST FRIENDS"

Hari itu dimulai, saat tahun ajaran baru setelah umurku genap 9 tahun lewat dengan semua kenangan yang tak bisa teruraikan hanya dengan beberapa karakter diatas papan datar yang tengah kupelajari seluk-beluk dan pemahamannya ini.

Kejadian itu membayang, ketika saat itu juga kuingat usiaku yang hendak bergelar “10 TAHUN” . dengan 9 tahun lebih waktuku kuhabiskan dengan untaian cerita yang masih tertata rapi dan indah dalam tiap lapis memori yang tak kalah (sebenarnya) dari kecanggihan Teknologi Abad 21 ini

Menyandang Predikat “Murid Baru” di sekolah dasar yang letaknya tak jauh dari rumah 2 petak yang saat itu jadi tempat bersinngahnya aku dan keluarga kecilku yang akan membantuku menjadi seorang gadis kecil yang tumbuh dengan kasih, menjadi seorang putri remaja yang akan siap menjalankan amanahnya disaat saat yang telah ditentukan nanti.

“Teteh yakin sudah putuskan ini matang-matang??” , Abi dengan wajah teduhnya, meski sang surya tlah memoleskan warna gelap pada kulitnya yang selalu kuingat wangi dan kelembutannya itu kembali membuatku bertanya balik pada diriku sendiri.
“Ya bi! Teteh sudah bulat, mudah-mudahan di sekolah yang baru nanti teteh bisa lebih meningktkan prestasi teteh lagi, mohon doanya ya bi”, jawabku santai, karna belum banyak yang terfikirkan olehku di usiaku yang masih seumur jagung itu.
“Umi dan Abi Cuma bisa doain teteh, kaka dan ade adenya, mencoba mememnuhi nsemua kebutuhan untuk kelanjutan nasib pendidikan kalian, sebagai orang tua yang memang berkewajiban seperti itu”, dengan sedikit perasaan haru, umi mencoba meyakinkan ucapanku.
“Abang sama yang lain janji kok mii, semuanya akan berjalan sesuai dengan harapan kita”, sambung fajri, anak yang saat itu baru saja terdaftar sebagai murid kelas 3 di sekolah dasar negeri, yaa, tempat baru yang akan menjadi tempat terakhir di jenjang sekolah dasar, dan yang akan jadi saksi perjalananku dan adikku- fajri, selama tahun tahun berikutnya menuju ke jenjang sekolah menengah pertama.
Perbincangan kami sore itu seolah mengugat hati kami- anak anak kesayangan Abi dan Umi yang telah mereka besarkan dengan penuh kasih. Tak banyak yang dapat kulukiskan untuk mengisahkan kejadian haru di sore itu, hanya saja.. masih ada yang jadi beban fikiranku yang terus membuatku tak lelap di malam terakhir “hari Liburku”.
Seragam, sepatu, Sarapan, kaus kaki, tas, dan perlengkapan sekolah lainnya telah siap di atas lemaari buku di ruang tengah rumah 2 petak itu.
Senyum kecil menghias di wajah Abi yang kecoklatan itu, dengan kumis yang dulu khas dengan wajah gagahnya itu.

“Waah ada yang mau masuk sekolah baru nih..”, ledeknya di pagi buta , kala itu.

“Abi, makasih yaa untuk semuanya J” dengan senyum kecilku yang kala itu senang karna hari ini adalah hari pertamaku menginjakkan kaki di sekolah baru, Sekolah Negeri, yang katanya- Kehidupan di dekat sekolah itu jauh lebih terbuka ketimbang sekolah di sekolah swasta.
Yaa, hari itu aku bangun pagii sekali. Sebelum semua perlengkapan itu nampak nyata dihadapan, dari balik dinding kamar, yang membatasi ruang kamar dan ruang tengah itu, kudengar bisikkan bisikkan lirih..
Semua terdengar indah.. dan kektika kuberanikan diriku untuk melepas mata memandang siapakah yang dengan sendunya itu melantunkan kata-kata lembut yang membuat hatiku terhanyut? Abi.
Dihadapan Ilahi, dengan memejamkan matanya, melantunkan tiap kata indahnya dengan suara berbisik dan isakkan kecil yang sesekali membuatku terpana, dan ingiiin sekali saat itu kugapai tangannya dan kupeluk- genggam kecil dan menangis haru ditengah gelapnya pagi hari itu.
Namun yang bisa kulakukan saat itu hanyalah mengintipnya dibalik tembok bercat merah muda dengan wajah yang tak tega ketika melihatnya “bersungguh” memohon pada Ilahi.

“Abi, tadi solat apa? Kenapa Abi menangis?”, Tanyaku untuk menjawab rasa ingin-tahuku yang mendalam saat itu.

“Itu namanya solat Malam, atau Solat Tahajjud teh J”, dengan senyuman yang beriringan dengan jatuhnya air mata kecil, Abi menjawab
“Abi menangis karna Abi Sayang sama kalian, sama Umi; yang insya Allah akan jadi pendamping setia abi di syurga nanti *Allahumma Amin, Kaka, Teteh, Abang dan ade kecil kita J”, jawabnya, lagi lagi dengan tertawa kecil.

Pukul setengah 4 Pagi, aku sudah terbiasa bangun, dulu. Meskipun belum mengerti banyak tentang apa yang abi sampaikan tadi, aku mulai penasaran dengan Ibadah plusnya saat itu.

Selepas Solat Shubuh, aku siap siap mengenakan seragam baru tanpa lambang Sekolah Lamaku yang dulu terlihat biasa di seragam merah putihku itu.
Masih kuingat betul hari itu. Kami berangkat pukul 6 lewat 25 pagi, dengan diantarkan Abi menuju ke Sekolah baru.

Motor “bebek” SupraX bernomor polisi “BG 5181 ” terlihat jelas kala itu membawa kami menuju sekolah yang letaknya tak jauh dari rumah sederhanaku.

Berbeda. Kata pertama yang terbayang saat pertama kali menginjakkan kaki kananku diatas keramik deretan ruang kelas 6. Diam, bingung, kesal (sedikit), tapi tetap senang. Perasaaan yang tergambar saat itu. Tap.. tap.. tap.. suara langkah kaki abi saat memasuki ruangan kepala sekolah, dan otomatis aku dan adikku, sebagai murid baru, telah dinantikan kedatangannya oleh Bu Kepala Sekolah, Bu Asnun yang kebetulan saat itu masih baru menjabat sebagai kepala sekolah disana.

Karna tidak begitu kuperhatikan perbincangan Abi dan Kepala Sekolah, aku tidak tau apa yang mereka bicarakan saat itu, yang jelas, setelah selesai berkenalan dengan kepala sekolah beserta staff lainnya, kami digiring guru masuk ke kelas masing-masing. Haaah.... ini yang aku takutkan –berpisah dengan Abi, dan membiarkannnya pulang sendiri melewati jalanan yang belum ramai seperti sekarang ini.

“Pulangnya jalan yaa J”, tak lupa senyumnya membalut kekhawatiranku sebelum ia bergegas menuju Supra nya itu.
Hari Pertama.
Tidak begitu spesial karna aku tidak diperkenankan memperkenalkan diri yang bertubuh kecil dan mata segaris ini, padahal.. apa mereka tidak penasaran dengan teman barunya yang bermata segaris ini (sempat terlintas sejenak).

Aku diperkenankan duduk di sebelah anak perempuan berambut pendek tipis, dengan senyum yang lepas dari bibir kecilnya saat menyambut kedatanganku. Barisan paling ujung, dengan urutan kedua, tepat dibelakang 2 perempuan yang saat aku datang memandangiku dari ujung kaki sampai ke atas jilbab kaos putihku ini (rasanyaaaaaa...).

Tanpa disngka-sangka, satu persatu dari mereka bergilir menawarkan telapak tangan mereka untuk mengajakku berkenalan. Dan disaat aku tengah asyik berkenalan dengan teman-teman baruku, aku tidak tau apa yang tengah dilakukan adikku di seberang sana, ruang kelas 4A.


Teman-teman baruku.
 baik, mereka ramah, meskipun terkadang jilbab putihku jadi sasaran untuk candaan mereka, yaa namanya anak umur 10 tahun, yang fikirannya masih didominasi oleh “main, makan, bercanda, Berbuat jahil seenaknya..” , masih banyak lagi.


Tapi.. diantara semua teman yang pernah ada di kelas 5A saat itu, aku lebih suka main sama lawan jenis. Yup! Anak laki-laki :D yang katanya bangor dan super-duper-jaiiill :D
Dari awal masuk, ntah kenapa anak-anak cowok itu yang buat SD negeri itu ga seserem yang banyak orang bilang J

Nah, dulu stelah beberapa hari sekolah, sebelum pulang ke rumah, Aku sama anak-anak cowok yang lain, termasuk adikku, Fajri pasti langsung cabut ke PGSD J

Mereka masih inget ga yaa??
Waktu moment moment keren itu tercipta dengan nyata, dan aku Cuma satu satunya anak perempuan yang main sama mereka waktu itu :’D

Tapi tetep, yang paling aku sayang selain Fajri Cuma satu J
Boris. Iya, Boris namanya J Alesan aku selalu kepengen main sama anak anak 5A yang dulu terkenal nakal bin jail sampe ke telinga guru guru :D *ahahahaWeCalleditFriendship ! #HappyusSadus!

Istilahnya itu, Boris ibarat air, nah aku iabarat panas matahari :D
Semua yang kita lakuin itu pasti seru! Bayangin aja, pernah satu hari kita habisin waktu dari jam 10 sampe jam 4 sore Cuma buat manjat rumah pohon di belakang gedung PGSD depan sekolah :’D dan aku selalu berharap, dimanapun mereka berada saat ini, mereka ga bakal lupa sama petualangan 6 “Bolang” di tahun tahun terindah yang pernah ada itu J


Pokoknya, kalo gaada Boris semuanya ga lengkap ! ga ada yang biasa ngasih petuah-petuah dasyat yang bisa bikin hati yongki sama edo luluh, gaada yang nraktir “baso pentol 100an” waktu jalan, gaada yang ngeledekkin aku lagi, dan..
Gaada lagi yang ngasih kelereng yang bentuknya aneh lagi, yang dulu sepulang sekolah selalu setia terpajang di kotak warna merah maroon kecil yang diatasnya aku hias pake tali buat ntgiket gorden biar keliatan manis J.

Satu lagi, Boris itu anak laki laki yang badannya gemuk, kulitnya putih, matanya kecil, hidungnya macung dan hobinya mengenakan topi yang akan selalu hanifa ingat ris, dibalik topinya ada tulisan “kita bersahabat karna kita bocah bocah edan yang berani..” , yang awalnya Cuma “kita bolang bolang yang berani”, karna kurang greget, aku coret dengan sengaj, terus aku ganti sama kata kata aneh diatas :’).

Subahanallah.. sahabat ...
Aku bener bener rindu.. waktu kita jadi peserta pelatihan buat kaka kaka di PGSD, kita dikasih pensil, buku, permen, bahkan yongki sempet matahin kursi lipet yang waktu itu emang udah waktunya patah :’D

Ini, sudah lembaran kertas ke-6 di Microsoft Word J dan aku ga nyangka, rasa kantuk itu kalah sama memori memori tentang semua kenangan kita yang kalo suatu saat kita diberi kesempatan untuk berjumpa kembali, dan Insya Allah dalam keadaan yang jauh lebih baik dari hari itu, gatau deh kita bahasnya bakalan gimana :’)

Buat Boris, ris.. kamu diamana?? Kenapa?? Waktu kita berkelana menjadi “bocah” Cuma sebentar kerasa banrengannya? Oh ia, Syukron Khatsiroon yaa buat semuanya, terutama batu berbentuk bintang yang warnanya biru tua, metalik. Subhanallah.. itu masuk ke salah satu “jawara” buat kategori Monumen (wahaha) maksudnya kenang kenangan yang tak kan terlupa dan bernilai, meskipun kita masih terpisah jarak , tapi masih banyak mimpi yang mau kuceritakan pada bisik bisik yang “rahasia” ini diantara kaita berenam, Cuma dari telinga->ke telinga J

Aku menanti kalian disini, masih dengan doa yang sama untuk Mimpi mimpi besar kita yang dulu sempat terucap meskipun selalu diiringi dengan tawa *takpercaya , tapi aku tetap percaya J karna semua orang berhak bermimpi.


Satu pesanku, Kita Satu J                                                                                                 

Hanifa Aulia, masih dengan Impian yang jauh lebih banyak dari sebelumnya beserta mata kecil yang setia menyaksikan semua skenario kehidupan yang telah Allah takdirkan ini J


Palembang, 7 November 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar