Rabu, 27 November 2013

Diam diam

Menuju Ruang yang tak terbatas dan melampauinyaaa...
Hari ke dua puluh tujuh, bulan sebelas menuju Abad -21


Hari ini aku jatuh cinta.. lagi..
dibalik pandanganmu yang akan selalu sarat olehku

hari ini, hari dimana rindu itu akan menyergapku kembali
Lewat semua tulisan ini, tanganku terampil melukiskanmu
yang tiap harinya selalu kunantikan keberadaanmu yang baik baik saja, meskipun ntah dimana..
dan saat bukan aku yang sedia disampingmu 

Saat saat itulah, aku berani menepis semua haluan yang menghalangiku untuk tetap merasakannya
sedikit saja
 aku hanya bermimpi janjiku itu terbalaskan penepatanmu

saat perasaan itu masih terjaga
masih tersimpan disini, dihatiku 
dimana belum saatnya terbaca dan sampai kesana, ke dermaganya

entah apa kiasan yang mampu melukiskan semua ini
dengan beraninya aku menyimpan dan diam diam aku menyukai getaran itu

seperti daun yang jatuh ke bumi 
ia akan selalu merindukan dahan yang dulu setia menemaninya di kala hujan..
badai angin.. panas.. bahkan saat matahari tak pernah padam mengintainya

sperti pelangi yang tercipta dengan anggunnya setelah hujan menelan bumi dan seisinya
seperti dua kupu kupu yang tak pernah mau beranjak pergi dari cantiknya rumpun melati

Aku mungkin bukanlah perindumu yang handal
yang mampu membuat kerinduan itu berbalas nyata
bukan pula pengagum fanatikmu 

aku hanya perindu yang tak tau dimana ujung kerinduan ini akan berakhir
aku hanya kertas yang tak tau butuh berapa banyak tinta untuk mengukir namamu
aku hanya sebuah sandal yang tak berarti apa apa tanpa pasangannya
aku hanyalah seorang yang takut menumpahkan warna pada dinding dalam ruang ruang rinduku
aku hanyalah putih diatas hitam yang tak sebnading dengan cantiknya jingga kala petang menjemput

maaf..
jika diam diam aku mengharapkanmu..
jika diam diam aku menyimpan rasa
jika diam diam aku membendung tangis karna ketidak-mengerti-nya aku akan semua ini
jika diam diam aku berbisik dan yang keluar dari mulutku saat itu ialah namamu..
jika diam diam aku tertawa karna tingkahmu yang selalu pandai membuatku tertawa -terbahak sesekali
jika diam diam aku teringat akan semua kejadian dimana kita bertemu lalu bertukar pandang dan tertawa lepas

bahagianyaa..
yaa aku benar benar beruntung !
aku dapat melakukannya secara diam diam..
tanpa terjangkau olehmu aku dengan bebasnya melantunkan bait bait doa untukmu 
mengejakan namamu saat aku sudah tidak kuat berdiri dan berhadapan dengan dunia ini sendirian

kau..
akan selalu jadi bagian dalam perjalananku
tokoh penting dalam ceritaku
inspirasi yang selalu menarik utnuk diceritakan
lagu yang selalu kupelajari untuk kumainkan
puisi yang selalu ingin kusampaikan


Terima kasih untuk semua hal "gila" yang pernah ada..
untuk semua perjalanan yang tak berarti apa apa jika kujalani tanpamu
cukuplah memandangmu dari kejauhan,
menerbangkan doa doaku ke atas langit yang jauh  disana, berharap Rabbku meng-ijabah semua doaku
merindukanmu dalam senyapnya alur malam dan lewat sujudku aku mampu meluapkan semunya
kemudian menumpahkan tangisku yang terkadang karna aku terlalu berhasrat menyambut hari hari tak biasaku datang...

yaa.. cukuplah aku menjagamu melalui Allah..
karna tidak akan muncul rasa takutku jika aku menitipkanmu pada NYA J

disini, di bawah terik mentari yang takkan indah hariku jika tak berpadu dengan langit yang ke abu abuan dan tak akan hidup jika bintang tidak terbit diatas sana ketika malam menjemput, aku diam diam merindumu untuk yang kesekian kalinya..








Nus

Sabtu, 16 November 2013

Surat untukmu gio...


Aku gatau harus gimana lagi..
ternyata benar, selama mataku masih dapat menjangkaunya, aku tidak dapat menahan semua ini..
meradang.. yaa aku hanya serpihan kecil yang hadir dalam perjalanannya.

harusnya aku tahu!!! TAHU DIRI han! aku bukanlah lotus yang ia nantikan saat cerahnya dunia berganti senja yang sepi.. aku bisa merasakannya.. betapa hatiku ini ingin berlari.. menjauh..
dan saat jantungku mulai bergetar hebatnya, aku ingin segera mengangkat kakiku, melangkah dan beranjak pergi.. bersembunyi.

 aku tidak mau jadi yang nampak bodoh lagi nus..

kenapa??? sialku harus berkesempatan bertemu dengannya.. kemudian mengenalnya.. sampai sampai kepercayaanku mungkin sama kuatnya dengannya padamu..

aku ga tau nus, berapa banyak lagi perahu kertas yang akan bertumpahkan air mata ini..
nus.. kapan?? mataku ini berhenti berharap akan sosok yang benar benar peduli denganku.. bukan karna aku adalah bagian dari duniamu.. tapi karna kesetiaanku pada diriku sendiri.

nus, aku ingin sampaikan.. mungkin ini yang terakhir untuknya, setelah aku memutuskan untuk mengikat janji pada diriku sendiri untuk tidak berharapkan lebih dalam bait bait doaku nanti tentangnya


gio, tahukah kau..
menghentikan segala khayalan gila jika kau ada, sedang aku hanya bisa meradang saat ada disisimu, kemudian tdk brsyukur akan nasibku yang belum berubah


semua upayaku.. untuk jadi "tahu diri" tak selamanya berjalan mulus.. aku mohon.. pergilah.. pergi saja.. ketika langkahku terdengar olehmu

menjauhlah, atau mungkin menghilang, bersembunyi.. 
tolong.. lakukan sesuatu untukku.. agar aku lupa.. dan tetap kuat saat kita bertemu lagi nanti


meskipun entah kapan lagi kita bertemu.. tapi lakukanlah demi peran kita sebagai sahabat.. 
dan berjanjilah padaku ketika kita bertemu lagi nanti, jangan lari.

jangan menghindar dariku.. 
tapi lakukan itu setelah berpuluh puluh tahun lamanya mata kita tidak saling bertemu dan menyapa.. saat kita sudah bahagia dengan mereka yang kita cintai.. saat ingatan kita sudah memulih, kemudian siap untuk saling berbalas tawa di hari hari indah itu..

saat senyuman itu hadir kembali dan kita persembahkan spesial untuk mereka- insan insan pilihan yang kau cintai itu.. saat tanganmu kembali menepuk tanganku, tangan sahabatmu.

saat cucumu tertawa dengan bahagia dan terkadang air matanya jatuh.. karna cucuku yang nakal (hahaa)

saat candaan yang dulu kita miliki itu, kini memecah suasana di pertemuan kita yang mungkin lucu itu

saat kutatap wajahmu sudah terpoleskan banyak keriput, dengan kacamata tebalku aku mlihat kmbli.. tatapan yang dulu slalu kunantikn pertemuannya

kemudian mata kita bertemu, lalu teman hidupmu mmbalas senyumku, kita trtawa lepas, kmudian saling menertawakn satu sama lain. 
mengingat ingat tentang dulu

mengingatnya, seakan memoriku ter- upgrade.


lalu kalian tertawa, saat aku bilang aku pernah menyukaimu dulu.. 
tapi dulu.. sebelum semua kebahagiaan ini ada, ucapku. 
lalu air mataku jatuh..
mereka jatuh..

jatuh.. karna semua kebahagiaan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya ini benar benar nyata, benar benar nampak "realistis"

kemudian cucu cucu kita datang menghampiri kita, ada yang berlari dengna lari lari kecil, kemudian ada yang menangis dalam gendongan orang tuanya

ada juga yang saling menggenggam kepalan, kemudian mereka saling berucap janji, tidak akan melupakan hari yang nampak begitu cerah itu.. kemudian tersenyum satu sama lain

meskipun aku tau.. dan bahkan kaupun tau, akhirnya bisa jadi tidak seindah itu.. tapi lakukanlah apa yang kuminta tadi.. berperan sebagai sahabat yang bersedia melakukannya untukku
karna semuanya benar benar tidak mudah bagiku.. bahkan hanya sekedar berdiri dihadapanmu.. karna ketika matamu mulai terjangkau olehku kepalaku kembali memutar cita yang kita bangun dulu..
, namun kini smua tampak jelas setelah hatiku memutuskan untuk beranjak pergi

yaa.. lepas sudah semuanya.. terima kasih nus.. atas semua perlakuan baikmu terhadapku..
terima kasih atas semua kepercayaanmu padaku akan semua impian kita yang masih menggantung diatas sana..

jangan dulu, muncul dihadapanku, bila perlu kau tunjukkan padaku bahwa kau benar benar menunjukkan caramu menghindariku..


Alhamdulillah, akhirnya lepas..
Semua tumpahan tinta kecilku ini memang berbicara luas saat kutumpahkan ke lembaran lembaran kertasku.

Terima kasih banyak GIORDINUS, aku akan merindukanmu.. merindukan cuplikan ketika tanganmu terangkat ke atas kemudian memberikan tanda bahwa kau baik baik saja, dan aku siap mendoakanmu dan mengisahkanmu pada keturunanku nanti, dan kapanpun kau membuthkanku, aku akan ada meskipun tak terlihat olehmu, aku akan sembunyi sembunyi meng- hijaukan -(menguatkan) kembali radarmu yang suatu saat akan melemah, dan kulakukan itu dari balik pandanganmu yang kala itu tidak dapat menjangkauku.

Allah.. lindungi dia.. jadikan dia teman hidup yang baik bagi teman hidupnya kelak. Allahumma Amin.



Dalam renungan yang hampir merubuhkanku, hari ke tujuh belas, bulan ke sebelas menuju Abad dua puluh satu, Your secret Admirer, and always been you in my stories.


Selasa, 12 November 2013

Pertemuan itu




Yang tengah kulakukan saat itu ialah terus memutarkan gelang yang terpajang manis di lengan kiriku. Air mataku jatuh, aku tidak kuat mengahadapi apa yang nampak begitu nyata saat itu. Dibalik jendela kamarku dengan teralis bercat abu, aku mengintip langit luar, mencoba membayangkan tanganku meraih ranting pohon diluar sana, lalu memanjatnya dengan kaki telanjang, dan berharap suatu saat dahan pohon itu dapat berubah menjadi “ketapel raksasa” (haha) yang tampak mungkin pada tayangan kartun favoritku. Dan ketapel itu dapat melemparku, Jauuuh... sampai jejakku tak tercium oleh dunia lagi.

Lalu kudengar suara langkah kaki yang mendekat menuju ruang kamarku.
dan ternyata pendatang itu adalah Geo. Geo datang dengan hiasan berbentuk huruf “N” yang tegantung di ransel kebanggaannya. sementara aku masih terduduk lemas sebelum menoleh ke arahnya dengan air mata yang terus menetes, meskipun tak banyak, saat khayalanku belum berakhir- ketapel raksasa.

“Dy..” suaranya lirih namun jiwaku seolah terpanggil akan suara itu.. suara yang tak asing, tak akan pernah asing. Hatiku seperti menjerit “Haaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!” mendengarnya, mulutku  berbisik kecil “Geo..”

Tanganku bergerak cepat, menjangkau mata dan dua belah pipiku. Kuhapus air mataku yang masih berjatuhan itu. “Geo..”, kuputar kepalaku lalu kupersembahkan senyum kecil yang sudah lama tak kutunjukkan pada dunia, karna kerinduanku pada sosoknya selama dua tahun tak berarah yang kualami itu.

Sembari menarik nafasku, singkat. kuangkat kedua telunjukku, memberikan isyarat seolah aku ingin menunjukkan bahwa aku baik baik saja dan masih mempertahankan radarku, sebelum akhirnya yang keluar dari mulutnya saat itu ialah, "Udah dy.. udah ga perlu gini lagi :) aku akan selalu terlacak oleh radarmu", ujarnya sambil menurunkan kedua telunjukku.
 “Percuma yaa, selama ini.. menghindarimu.. seperti berjalan di atas bumi tanpa merasa berpijak..” Aku memulai percakapan yang sudah lama tak hadir dalam kehidupanku, dan berharap kedatangannya membawa satu kebahagiaan, atau mungkin yang ia katakan.. aah lupakan! Hatiku tak berhenti menggumam sendiri selama Geo belum mengeluarkan sepatah katapun dari bibirnya.


Dia masih berdiri tegak menatapku dengan tatapan matanya yang dingin, dan mungkin yang saat itu terfikirkan olehnya ialah “bagaimana aku menyampaikannya”. Suasana hening selama beberapa detk sebelum akhirnya..

“dy.. yang kamu perlukan adalah menjadi diri sendiri, terbit lagi.. seperti apa yang pernah kita ikrarkan pada lautan sore itu..”, dia datang mendekat kearah tempatku terduduk, mndekatkan matanya ke depan, dekat, bahkan dekat sekali dengan kedua pupilku yang seketika itu mengecil. Matanya seolah berbicara, menyampaikan sesuatu.. tapi..
aku tidak tau maksudnya.

Geo, dia menggenggam tanganku dan melanjutkan kata katanya tadi, “Aku, akan selalu merasa terhormat jika kau masih menganggapku sahabtmu, yang tak pernah kau lupa, yang selalu hadir dalam cerita cerita menarikmu, yang selalu kau bawa dalam petualanganmu menuju Langit itu.. bahkan aku masih bersedia untuk menemanimu menapaki sungai, melarung bersama di lautan bebas, bahkan terbang ke atas dengan segelintir asa kemudian terjun tanpa fikiran yang mereka sebut “realistis”.. karna untuk jadi bagian dari kisah menarikmu, aku tak pernah memperdulikan kata “realistis” itu". Matanya tersenyum.


Matanya tersenyum.
Matanya tersenyum.. lagi lagi matanya..

Tidakkah kau lihat matanya yang berbinar itu.. semua tampak begitu Mengesankan saat bibirnya melepaskan apa yang benar benar ingin disampaikannya tadi. Yaa.. aku melihat matanya berbicara.. akhirnya aku merasakannya.. tapi.. maksud dari itu semua? (tanda tanya). Aku masih belum mengerti, dan seketika hati kecilku berbisik “Ya Tuhan.. bukankah ini pertanda baik?”

“Dan semua yang kita lakukan selama ini tak pernah luput dari hubungan sesama “partner” ini bukan? Kau mengatakannya hanya karna aku teman yang hanya bergelut pada dunia “Imaji” itu kan? Aku mungkin tak pernah tergambar nyata dalam perjalananmu.. ya kan? Bahkan, mungkin aku hanyalah tokoh fiksi, seperti “Ice Cream Talks” yang tak pernah nampak nyata bagi kehidupanmu..”, mataku kembali berair, dan perlahan aku menjatuhkannya, lebih deras lagi.. sampai isakkan itu terdengar keluar kamarku.

Tangannya beranjak melepaskan genggamannya yang erat itu. Sudah kuduga.
Semua ini terjadi karna kecerobohanku yang tak pernah pandai membaca maksud makhluk yang bermata indah itu.

dan ternyata tangannya melayang ke arah pipi kiriku. Mengusap, menghapus dan menungut air yang saat itu terus jatuh dari mata kecilku yang membasahi pipiku.
“Ini yang aku takutkan. Ketika semuanya tidak berjalan semestinya, kau memilih pergi dan memberi jarak diantara ruang ruang yang seharusnya kita lalui bersama, kau batasi semuanya dengan perasaan yang terus kau jaga.. kau sekat dengan semua sikap sebisamu, yang dapat membantumu menutupi itu semua..” dia kembali memperteguh teorinya untuk tetap membuat pertemuan itu terhindar dari salah paham diantara kami.

“Aku dengar.. kau sudah menemukan putri mahkota di negeri seberang.. dan dia yang telah menemanimu mengukir jejak dalam perjalananmu.. aku pernah menatap pandangan sayu sebelumnya, tapi tak pernah yang seindah itu.. dan aku melihat itu ada padanya..”, aku tertawa kecil, sambil sesekali menatap ke matanya yang masih menunduk itu.

“Dia cantik dy.. aku tidak dapat membiarkannya tersesat dan menjadi milik yang lain, dan aku rasa dengannya lah aku mampu mengubur semua perasaanku dulu, dan sepertinya itu akan berhasil. Aku hanya mencoba untuk membalut rasa perih yang dulu pernah ada.. disini (dengan menunjuk dadanya, namun yang ia maksud- hatinya) Aku hanya berusaha belajar, mempelajari semua yang dapat kupelajari” balasnya dengan tawa yang dulu terdengar ‘terbahak’, namun yang kudengar saat itu hanyalah desahan nafas yang terdengar kecil saat ia tertawa.
“namanya Odelia. Gadis desa yang jadi penantian terakhirmu bukan?”, ledekku dengan sedikit rasa cemburu saat mentertawakannya. Aku kembali menatap ke langit luar.
“Aku tak pernah setegar ini dy.. untuk ungkapkan semua yang sudah sejak dulu ingin kusampaikan padamu...”. dia menarik kedua tanganku dan memandangku tenang, dia tersenyum, namun matanya tampak tak kuasa saat mulutnya mengatakan..
“Bidy The Beautiful Lotus from Fungooland, yang akan selalu kucinta, dan akan terus kucinta, aku Geo Kartapholeon yang sejak pertama kali merasakan radarmu akan terus berada di dalam perjalananmu dan akan bersedia untuk menciptakan kembali Impian impian yang dulu sempat pupus kepercayaanku pada samua itu”, dia mengakhiri semua ungkapan itu dengan senyuman yang sekarang sudah tak asing bagi memori seisi kepalaku.

“Aku.. aku ga kuat geo..


 gelang ini.. aku udah ga tahan sama semua pertahanan yang ga mungkin bisa dibendung lagi..”, aku mulai menundukkan kepalaku kemabli untuk meluapkan kelemahanku pada tumpahan air mata.
“kita sudah memilih. Odelia adalah satu dari sekian banyak insan yang tuhan pilihkan takdirnya untuk bertemu denganku..”, lirihnya
“bagaimana denganku?? Bukan dia yang kucintai.. bagaimana jika kau yang meyalahkan takdir itu?? Bahkan kau tak tau apapun tentang takdir itu sendiri..”, aku membalasnya dengan suara yang terdengar tersendat sendat karna menangis.

“Aku akan pergi melanjutkan takdirku, bahkan hatimupun ikut memilih sebelum kita bertemu di hari ini.”
“Aku hanya manusia dengan jutaan goresan tinta yang biasa kularungkan ke lautan.” Balasku.

Geo mulai menatap dingin, namun akhirnya tersenyum sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan Bidy yang tampak tak berdaya akan akhir pertemuan pertama mereka setelah dua tahun mereka habiskan untuk saling mengurung perasaan yang mendesak mereka untuk bertemu itu.

“Aku gatau nus.. harus gimana lagi.. aku pasrah pada semua perahu kertas yang kularungkan ke lautan itu”, aku terduduk lemas di depan pintu kamarku setelah geo meninggalkan ku dengan hati yang saat itu menangis. Langit nampak memerah, matahri bersembunyi dibalik awan yang tampak seperti kapas, dan dedaunan pohon di depan jendela kamarku jatuh bergiliran, hingga saat itu suara hatikupun tak terdengar karna semua yang kunantikan hanyalah goresan tinta yang kularungkan untuk neptunus berhasil sampai ke tuannya.

Senin, 11 November 2013

Tujuh detik saja...

“Di tengah tengah kerumunan yang tak diketahui keasriannya, Bulan ke-sebelas, di hari ke-sebelas, Abad menuju- dua puluh satu.

Hei Neptunes!
Apa kabarmu di lautan lepas sana??
Bagaimana rasanya?? Menjadi bebas.. lepas.. dan jadi tempat terakhir goresan goresan tintaku terbaca.
Haha.. aku merindukan imajinasi yang dulu setia membangun impian yang ntah akan jadi apa nantinya
Aku juga rindu.. tawa dan candaan kecil saat minggu minggu pertama di tahun kedua Perjalanan ‘dudi’ ku dimulai. Yang semua itu tak lepas karna adanya sosok yang senantiasa jadi penguat radarku

“Melemah.  lagi..”  , bahkan ketika mataku sudah tak mau mengenalkan pupilnya pada sinar surya, mungkin aku tak kan pernah bangun setegar ini, meskipun tak pernah jadi yang jauh lebih kokoh dari sebongkah batu yang terus terkikis terkena damparan air.. tidak. Aku tidak setegar itu..

Berada disampingnya, dan mendengar semua kata kata yang bisa dibilang “gilaa” hah... ntahlah, tapi terkadang untuk menjadi seorang pemimpi tidak selalu memprioritaskan “kata REALISTIS” To Show The World What We’ve Loved Before, that could make us BE ALIVE
Kita tak selalu membutuhkan kata “rasional” untuk temukan pemecahan sebuah teka teki yang terpajang lama di atas kertas usang..
Prinsip itu, yang masih kugenggam kuat dalam kepalan tangan kasarku ini.. begitupun dengannya, dulu. Aku tak tau bagaimana dengan kepercayaannya pada “unRealistis” itu..

Melayarkan tulisan tulisan yang selalu kami harapkan balasannya yang “irrasional” itu.. Melarungkan perahu kertas dengan harapan suatu saat akan menepi ke tepian yang akhirnya kembali ke tanahnya.. ke tempatnya sebelum dilarungkan, menepi.. dengan perlahan.. dan saat itulah suasana terasa begitu tenang..

Dan akhirnya, yang kunantikan saat itu hanyalah “tujuh detik” terakhir; berharga; terbaik ,yang pernah ada..

Disaat tidak ada lagi yang mampu kusembunyikan dibalik tangan yang senantiasa terangkat untuk bersimpuh dihadapNYA , berharap semua yang lepas dari bibirku ini suatu saat akan terwujud

Yaa.. hanya itu yang mampu kuperbuat, selama perahu itu terus melarung samudra.. mendesah ditengah laut.. mencari ke Tepian, sesaat hanya diam tenang di tengah laut, namun ketika sudah tidak bisa bertahan, ia akan hanyut dan menenggelamkan semua harapan dan goresan goresan tinta kecil yang membawa citaku yang mungkin hanya bermakna kecil bagi 2/3 belahan dunia ini.

Aku akan tetap percaya. And WILL ALWAYS IN BELIEVING !
Disini, dimana daratan bukanlah penghalang sampainya pesanku untukmu.. dimana udara bukanlah tandingan lautan yang akan mengarungkan perjalanan ku dari titik terendah hingga ke titik akhir-beyond! Diluar batas, yang tak terjangkau lagi akan akal fikir manusia generasi kesekian ini .

Im not a beautiful butterfly -
but, im gonna tell them How Beautiful My journeys are!


Good luck for your journeys nus! Im still your partner :) and will always be your partner..
no need IDEOLOGY to describe What's going on now :), like we said, sometimes we just need to talk and hold on  our Imaginations :)

ALLAH BLESSED YOU nus :)

f
o
r

t
h
e

B
E
S
T

P
A
R
T
N
E
R

giordinus  



Jumat, 08 November 2013

Getting "OLDER" (...)

dear neptunus..
teman lamaku yang kini hilang dalam senyapnya alur malam..
mambutaknku menuju jejak lama yang sebelumnya tertapakki oleh kakiku sendiri 

aku tidak pernah mau.. menjadi satu dari sekian banyak jiwa yang dengan lemahnya melepaskan kata-kata yang aku sendiri belum mampu mengisahkannya

disini, aku mencoba melukiskan tumpahan tumpahan tinta kecil yang setiap harinya membayang dalam benakku..
semuanya. yang katanya "impian".
nus,
aku ingin sampaikan terima kasihku.. untuk hari hari teristimewa yang tercipta dengan anggunnya .
Rasanya aku ingi berteriak.. "HAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA, I JUST WANNA GET REST".. from all of this thing. the thing that makes me feel so idiot with it .
bernafas diatas sana..
katanya.. ketidakmengerti-nya seseorang tentang sesuatu yang harus dimengerti itu menyakitkn..
meningglkan luka.. bahkan saling menyalahkan..
kini aku tau.. bahwa ternyata hatiku memilih diam.



enam belas tahun sudah kuhirup gas yang ada di negeri yang katanya kaya akan sejarah 
terima kasih.. indonesiaku J negeri yang telah jadi saksi nyata akan bahagianya hati kecilku meskipun mataku bermandikan tetesn demi tetesan air yang keluar dari mataku.

mungkin memang benar... terluka itu perlu.
agar kita belajar menjadi sebaik-baik insan yang ga akan ngelakuin hal itu sama orang lain.

nus, aku pasrah.. dan akhirnya aku tau..
hatiku telah beranjak pergi kesuatu tempat, dimana suaranya tak terdengar lagi. menghindar.
cara terampuh untuk meninggalkan luka sebelum perih menghampiri.

heeeh... lagi lagi ketidakyakinanku itu hadir ditengah tengah tumbuhnya kepercayaanku. aku pasrah.
menerima apapun yang akan terjadi nantinya.. it's The Best Way to runaway and find out the door, so i can let myself free, flies.. like the kites.. move by wind... jump over high and never get down back :D



ntahlah.. mungkin itu alasan yang melukiskan diriku yang sebenarnya, lewat tulisan semua terangkai luas.. fikiranku tenang melepaskan bait bait mimpi dalam helaian kertasku itu. Aku tidak akan tahu bagaimana akhirnya nanti. tidak akan pernah tahu. 


Nus...
boleh kutitipkan giordinus karmakartapholenku padamu ?

Kamis, 07 November 2013

Cause We were "BORNED" to be "BEST FRIENDS"

Hari itu dimulai, saat tahun ajaran baru setelah umurku genap 9 tahun lewat dengan semua kenangan yang tak bisa teruraikan hanya dengan beberapa karakter diatas papan datar yang tengah kupelajari seluk-beluk dan pemahamannya ini.

Kejadian itu membayang, ketika saat itu juga kuingat usiaku yang hendak bergelar “10 TAHUN” . dengan 9 tahun lebih waktuku kuhabiskan dengan untaian cerita yang masih tertata rapi dan indah dalam tiap lapis memori yang tak kalah (sebenarnya) dari kecanggihan Teknologi Abad 21 ini

Menyandang Predikat “Murid Baru” di sekolah dasar yang letaknya tak jauh dari rumah 2 petak yang saat itu jadi tempat bersinngahnya aku dan keluarga kecilku yang akan membantuku menjadi seorang gadis kecil yang tumbuh dengan kasih, menjadi seorang putri remaja yang akan siap menjalankan amanahnya disaat saat yang telah ditentukan nanti.

“Teteh yakin sudah putuskan ini matang-matang??” , Abi dengan wajah teduhnya, meski sang surya tlah memoleskan warna gelap pada kulitnya yang selalu kuingat wangi dan kelembutannya itu kembali membuatku bertanya balik pada diriku sendiri.
“Ya bi! Teteh sudah bulat, mudah-mudahan di sekolah yang baru nanti teteh bisa lebih meningktkan prestasi teteh lagi, mohon doanya ya bi”, jawabku santai, karna belum banyak yang terfikirkan olehku di usiaku yang masih seumur jagung itu.
“Umi dan Abi Cuma bisa doain teteh, kaka dan ade adenya, mencoba mememnuhi nsemua kebutuhan untuk kelanjutan nasib pendidikan kalian, sebagai orang tua yang memang berkewajiban seperti itu”, dengan sedikit perasaan haru, umi mencoba meyakinkan ucapanku.
“Abang sama yang lain janji kok mii, semuanya akan berjalan sesuai dengan harapan kita”, sambung fajri, anak yang saat itu baru saja terdaftar sebagai murid kelas 3 di sekolah dasar negeri, yaa, tempat baru yang akan menjadi tempat terakhir di jenjang sekolah dasar, dan yang akan jadi saksi perjalananku dan adikku- fajri, selama tahun tahun berikutnya menuju ke jenjang sekolah menengah pertama.
Perbincangan kami sore itu seolah mengugat hati kami- anak anak kesayangan Abi dan Umi yang telah mereka besarkan dengan penuh kasih. Tak banyak yang dapat kulukiskan untuk mengisahkan kejadian haru di sore itu, hanya saja.. masih ada yang jadi beban fikiranku yang terus membuatku tak lelap di malam terakhir “hari Liburku”.
Seragam, sepatu, Sarapan, kaus kaki, tas, dan perlengkapan sekolah lainnya telah siap di atas lemaari buku di ruang tengah rumah 2 petak itu.
Senyum kecil menghias di wajah Abi yang kecoklatan itu, dengan kumis yang dulu khas dengan wajah gagahnya itu.

“Waah ada yang mau masuk sekolah baru nih..”, ledeknya di pagi buta , kala itu.

“Abi, makasih yaa untuk semuanya J” dengan senyum kecilku yang kala itu senang karna hari ini adalah hari pertamaku menginjakkan kaki di sekolah baru, Sekolah Negeri, yang katanya- Kehidupan di dekat sekolah itu jauh lebih terbuka ketimbang sekolah di sekolah swasta.
Yaa, hari itu aku bangun pagii sekali. Sebelum semua perlengkapan itu nampak nyata dihadapan, dari balik dinding kamar, yang membatasi ruang kamar dan ruang tengah itu, kudengar bisikkan bisikkan lirih..
Semua terdengar indah.. dan kektika kuberanikan diriku untuk melepas mata memandang siapakah yang dengan sendunya itu melantunkan kata-kata lembut yang membuat hatiku terhanyut? Abi.
Dihadapan Ilahi, dengan memejamkan matanya, melantunkan tiap kata indahnya dengan suara berbisik dan isakkan kecil yang sesekali membuatku terpana, dan ingiiin sekali saat itu kugapai tangannya dan kupeluk- genggam kecil dan menangis haru ditengah gelapnya pagi hari itu.
Namun yang bisa kulakukan saat itu hanyalah mengintipnya dibalik tembok bercat merah muda dengan wajah yang tak tega ketika melihatnya “bersungguh” memohon pada Ilahi.

“Abi, tadi solat apa? Kenapa Abi menangis?”, Tanyaku untuk menjawab rasa ingin-tahuku yang mendalam saat itu.

“Itu namanya solat Malam, atau Solat Tahajjud teh J”, dengan senyuman yang beriringan dengan jatuhnya air mata kecil, Abi menjawab
“Abi menangis karna Abi Sayang sama kalian, sama Umi; yang insya Allah akan jadi pendamping setia abi di syurga nanti *Allahumma Amin, Kaka, Teteh, Abang dan ade kecil kita J”, jawabnya, lagi lagi dengan tertawa kecil.

Pukul setengah 4 Pagi, aku sudah terbiasa bangun, dulu. Meskipun belum mengerti banyak tentang apa yang abi sampaikan tadi, aku mulai penasaran dengan Ibadah plusnya saat itu.

Selepas Solat Shubuh, aku siap siap mengenakan seragam baru tanpa lambang Sekolah Lamaku yang dulu terlihat biasa di seragam merah putihku itu.
Masih kuingat betul hari itu. Kami berangkat pukul 6 lewat 25 pagi, dengan diantarkan Abi menuju ke Sekolah baru.

Motor “bebek” SupraX bernomor polisi “BG 5181 ” terlihat jelas kala itu membawa kami menuju sekolah yang letaknya tak jauh dari rumah sederhanaku.

Berbeda. Kata pertama yang terbayang saat pertama kali menginjakkan kaki kananku diatas keramik deretan ruang kelas 6. Diam, bingung, kesal (sedikit), tapi tetap senang. Perasaaan yang tergambar saat itu. Tap.. tap.. tap.. suara langkah kaki abi saat memasuki ruangan kepala sekolah, dan otomatis aku dan adikku, sebagai murid baru, telah dinantikan kedatangannya oleh Bu Kepala Sekolah, Bu Asnun yang kebetulan saat itu masih baru menjabat sebagai kepala sekolah disana.

Karna tidak begitu kuperhatikan perbincangan Abi dan Kepala Sekolah, aku tidak tau apa yang mereka bicarakan saat itu, yang jelas, setelah selesai berkenalan dengan kepala sekolah beserta staff lainnya, kami digiring guru masuk ke kelas masing-masing. Haaah.... ini yang aku takutkan –berpisah dengan Abi, dan membiarkannnya pulang sendiri melewati jalanan yang belum ramai seperti sekarang ini.

“Pulangnya jalan yaa J”, tak lupa senyumnya membalut kekhawatiranku sebelum ia bergegas menuju Supra nya itu.
Hari Pertama.
Tidak begitu spesial karna aku tidak diperkenankan memperkenalkan diri yang bertubuh kecil dan mata segaris ini, padahal.. apa mereka tidak penasaran dengan teman barunya yang bermata segaris ini (sempat terlintas sejenak).

Aku diperkenankan duduk di sebelah anak perempuan berambut pendek tipis, dengan senyum yang lepas dari bibir kecilnya saat menyambut kedatanganku. Barisan paling ujung, dengan urutan kedua, tepat dibelakang 2 perempuan yang saat aku datang memandangiku dari ujung kaki sampai ke atas jilbab kaos putihku ini (rasanyaaaaaa...).

Tanpa disngka-sangka, satu persatu dari mereka bergilir menawarkan telapak tangan mereka untuk mengajakku berkenalan. Dan disaat aku tengah asyik berkenalan dengan teman-teman baruku, aku tidak tau apa yang tengah dilakukan adikku di seberang sana, ruang kelas 4A.


Teman-teman baruku.
 baik, mereka ramah, meskipun terkadang jilbab putihku jadi sasaran untuk candaan mereka, yaa namanya anak umur 10 tahun, yang fikirannya masih didominasi oleh “main, makan, bercanda, Berbuat jahil seenaknya..” , masih banyak lagi.


Tapi.. diantara semua teman yang pernah ada di kelas 5A saat itu, aku lebih suka main sama lawan jenis. Yup! Anak laki-laki :D yang katanya bangor dan super-duper-jaiiill :D
Dari awal masuk, ntah kenapa anak-anak cowok itu yang buat SD negeri itu ga seserem yang banyak orang bilang J

Nah, dulu stelah beberapa hari sekolah, sebelum pulang ke rumah, Aku sama anak-anak cowok yang lain, termasuk adikku, Fajri pasti langsung cabut ke PGSD J

Mereka masih inget ga yaa??
Waktu moment moment keren itu tercipta dengan nyata, dan aku Cuma satu satunya anak perempuan yang main sama mereka waktu itu :’D

Tapi tetep, yang paling aku sayang selain Fajri Cuma satu J
Boris. Iya, Boris namanya J Alesan aku selalu kepengen main sama anak anak 5A yang dulu terkenal nakal bin jail sampe ke telinga guru guru :D *ahahahaWeCalleditFriendship ! #HappyusSadus!

Istilahnya itu, Boris ibarat air, nah aku iabarat panas matahari :D
Semua yang kita lakuin itu pasti seru! Bayangin aja, pernah satu hari kita habisin waktu dari jam 10 sampe jam 4 sore Cuma buat manjat rumah pohon di belakang gedung PGSD depan sekolah :’D dan aku selalu berharap, dimanapun mereka berada saat ini, mereka ga bakal lupa sama petualangan 6 “Bolang” di tahun tahun terindah yang pernah ada itu J


Pokoknya, kalo gaada Boris semuanya ga lengkap ! ga ada yang biasa ngasih petuah-petuah dasyat yang bisa bikin hati yongki sama edo luluh, gaada yang nraktir “baso pentol 100an” waktu jalan, gaada yang ngeledekkin aku lagi, dan..
Gaada lagi yang ngasih kelereng yang bentuknya aneh lagi, yang dulu sepulang sekolah selalu setia terpajang di kotak warna merah maroon kecil yang diatasnya aku hias pake tali buat ntgiket gorden biar keliatan manis J.

Satu lagi, Boris itu anak laki laki yang badannya gemuk, kulitnya putih, matanya kecil, hidungnya macung dan hobinya mengenakan topi yang akan selalu hanifa ingat ris, dibalik topinya ada tulisan “kita bersahabat karna kita bocah bocah edan yang berani..” , yang awalnya Cuma “kita bolang bolang yang berani”, karna kurang greget, aku coret dengan sengaj, terus aku ganti sama kata kata aneh diatas :’).

Subahanallah.. sahabat ...
Aku bener bener rindu.. waktu kita jadi peserta pelatihan buat kaka kaka di PGSD, kita dikasih pensil, buku, permen, bahkan yongki sempet matahin kursi lipet yang waktu itu emang udah waktunya patah :’D

Ini, sudah lembaran kertas ke-6 di Microsoft Word J dan aku ga nyangka, rasa kantuk itu kalah sama memori memori tentang semua kenangan kita yang kalo suatu saat kita diberi kesempatan untuk berjumpa kembali, dan Insya Allah dalam keadaan yang jauh lebih baik dari hari itu, gatau deh kita bahasnya bakalan gimana :’)

Buat Boris, ris.. kamu diamana?? Kenapa?? Waktu kita berkelana menjadi “bocah” Cuma sebentar kerasa banrengannya? Oh ia, Syukron Khatsiroon yaa buat semuanya, terutama batu berbentuk bintang yang warnanya biru tua, metalik. Subhanallah.. itu masuk ke salah satu “jawara” buat kategori Monumen (wahaha) maksudnya kenang kenangan yang tak kan terlupa dan bernilai, meskipun kita masih terpisah jarak , tapi masih banyak mimpi yang mau kuceritakan pada bisik bisik yang “rahasia” ini diantara kaita berenam, Cuma dari telinga->ke telinga J

Aku menanti kalian disini, masih dengan doa yang sama untuk Mimpi mimpi besar kita yang dulu sempat terucap meskipun selalu diiringi dengan tawa *takpercaya , tapi aku tetap percaya J karna semua orang berhak bermimpi.


Satu pesanku, Kita Satu J                                                                                                 

Hanifa Aulia, masih dengan Impian yang jauh lebih banyak dari sebelumnya beserta mata kecil yang setia menyaksikan semua skenario kehidupan yang telah Allah takdirkan ini J


Palembang, 7 November 2013