Selasa, 12 November 2013

Pertemuan itu




Yang tengah kulakukan saat itu ialah terus memutarkan gelang yang terpajang manis di lengan kiriku. Air mataku jatuh, aku tidak kuat mengahadapi apa yang nampak begitu nyata saat itu. Dibalik jendela kamarku dengan teralis bercat abu, aku mengintip langit luar, mencoba membayangkan tanganku meraih ranting pohon diluar sana, lalu memanjatnya dengan kaki telanjang, dan berharap suatu saat dahan pohon itu dapat berubah menjadi “ketapel raksasa” (haha) yang tampak mungkin pada tayangan kartun favoritku. Dan ketapel itu dapat melemparku, Jauuuh... sampai jejakku tak tercium oleh dunia lagi.

Lalu kudengar suara langkah kaki yang mendekat menuju ruang kamarku.
dan ternyata pendatang itu adalah Geo. Geo datang dengan hiasan berbentuk huruf “N” yang tegantung di ransel kebanggaannya. sementara aku masih terduduk lemas sebelum menoleh ke arahnya dengan air mata yang terus menetes, meskipun tak banyak, saat khayalanku belum berakhir- ketapel raksasa.

“Dy..” suaranya lirih namun jiwaku seolah terpanggil akan suara itu.. suara yang tak asing, tak akan pernah asing. Hatiku seperti menjerit “Haaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!” mendengarnya, mulutku  berbisik kecil “Geo..”

Tanganku bergerak cepat, menjangkau mata dan dua belah pipiku. Kuhapus air mataku yang masih berjatuhan itu. “Geo..”, kuputar kepalaku lalu kupersembahkan senyum kecil yang sudah lama tak kutunjukkan pada dunia, karna kerinduanku pada sosoknya selama dua tahun tak berarah yang kualami itu.

Sembari menarik nafasku, singkat. kuangkat kedua telunjukku, memberikan isyarat seolah aku ingin menunjukkan bahwa aku baik baik saja dan masih mempertahankan radarku, sebelum akhirnya yang keluar dari mulutnya saat itu ialah, "Udah dy.. udah ga perlu gini lagi :) aku akan selalu terlacak oleh radarmu", ujarnya sambil menurunkan kedua telunjukku.
 “Percuma yaa, selama ini.. menghindarimu.. seperti berjalan di atas bumi tanpa merasa berpijak..” Aku memulai percakapan yang sudah lama tak hadir dalam kehidupanku, dan berharap kedatangannya membawa satu kebahagiaan, atau mungkin yang ia katakan.. aah lupakan! Hatiku tak berhenti menggumam sendiri selama Geo belum mengeluarkan sepatah katapun dari bibirnya.


Dia masih berdiri tegak menatapku dengan tatapan matanya yang dingin, dan mungkin yang saat itu terfikirkan olehnya ialah “bagaimana aku menyampaikannya”. Suasana hening selama beberapa detk sebelum akhirnya..

“dy.. yang kamu perlukan adalah menjadi diri sendiri, terbit lagi.. seperti apa yang pernah kita ikrarkan pada lautan sore itu..”, dia datang mendekat kearah tempatku terduduk, mndekatkan matanya ke depan, dekat, bahkan dekat sekali dengan kedua pupilku yang seketika itu mengecil. Matanya seolah berbicara, menyampaikan sesuatu.. tapi..
aku tidak tau maksudnya.

Geo, dia menggenggam tanganku dan melanjutkan kata katanya tadi, “Aku, akan selalu merasa terhormat jika kau masih menganggapku sahabtmu, yang tak pernah kau lupa, yang selalu hadir dalam cerita cerita menarikmu, yang selalu kau bawa dalam petualanganmu menuju Langit itu.. bahkan aku masih bersedia untuk menemanimu menapaki sungai, melarung bersama di lautan bebas, bahkan terbang ke atas dengan segelintir asa kemudian terjun tanpa fikiran yang mereka sebut “realistis”.. karna untuk jadi bagian dari kisah menarikmu, aku tak pernah memperdulikan kata “realistis” itu". Matanya tersenyum.


Matanya tersenyum.
Matanya tersenyum.. lagi lagi matanya..

Tidakkah kau lihat matanya yang berbinar itu.. semua tampak begitu Mengesankan saat bibirnya melepaskan apa yang benar benar ingin disampaikannya tadi. Yaa.. aku melihat matanya berbicara.. akhirnya aku merasakannya.. tapi.. maksud dari itu semua? (tanda tanya). Aku masih belum mengerti, dan seketika hati kecilku berbisik “Ya Tuhan.. bukankah ini pertanda baik?”

“Dan semua yang kita lakukan selama ini tak pernah luput dari hubungan sesama “partner” ini bukan? Kau mengatakannya hanya karna aku teman yang hanya bergelut pada dunia “Imaji” itu kan? Aku mungkin tak pernah tergambar nyata dalam perjalananmu.. ya kan? Bahkan, mungkin aku hanyalah tokoh fiksi, seperti “Ice Cream Talks” yang tak pernah nampak nyata bagi kehidupanmu..”, mataku kembali berair, dan perlahan aku menjatuhkannya, lebih deras lagi.. sampai isakkan itu terdengar keluar kamarku.

Tangannya beranjak melepaskan genggamannya yang erat itu. Sudah kuduga.
Semua ini terjadi karna kecerobohanku yang tak pernah pandai membaca maksud makhluk yang bermata indah itu.

dan ternyata tangannya melayang ke arah pipi kiriku. Mengusap, menghapus dan menungut air yang saat itu terus jatuh dari mata kecilku yang membasahi pipiku.
“Ini yang aku takutkan. Ketika semuanya tidak berjalan semestinya, kau memilih pergi dan memberi jarak diantara ruang ruang yang seharusnya kita lalui bersama, kau batasi semuanya dengan perasaan yang terus kau jaga.. kau sekat dengan semua sikap sebisamu, yang dapat membantumu menutupi itu semua..” dia kembali memperteguh teorinya untuk tetap membuat pertemuan itu terhindar dari salah paham diantara kami.

“Aku dengar.. kau sudah menemukan putri mahkota di negeri seberang.. dan dia yang telah menemanimu mengukir jejak dalam perjalananmu.. aku pernah menatap pandangan sayu sebelumnya, tapi tak pernah yang seindah itu.. dan aku melihat itu ada padanya..”, aku tertawa kecil, sambil sesekali menatap ke matanya yang masih menunduk itu.

“Dia cantik dy.. aku tidak dapat membiarkannya tersesat dan menjadi milik yang lain, dan aku rasa dengannya lah aku mampu mengubur semua perasaanku dulu, dan sepertinya itu akan berhasil. Aku hanya mencoba untuk membalut rasa perih yang dulu pernah ada.. disini (dengan menunjuk dadanya, namun yang ia maksud- hatinya) Aku hanya berusaha belajar, mempelajari semua yang dapat kupelajari” balasnya dengan tawa yang dulu terdengar ‘terbahak’, namun yang kudengar saat itu hanyalah desahan nafas yang terdengar kecil saat ia tertawa.
“namanya Odelia. Gadis desa yang jadi penantian terakhirmu bukan?”, ledekku dengan sedikit rasa cemburu saat mentertawakannya. Aku kembali menatap ke langit luar.
“Aku tak pernah setegar ini dy.. untuk ungkapkan semua yang sudah sejak dulu ingin kusampaikan padamu...”. dia menarik kedua tanganku dan memandangku tenang, dia tersenyum, namun matanya tampak tak kuasa saat mulutnya mengatakan..
“Bidy The Beautiful Lotus from Fungooland, yang akan selalu kucinta, dan akan terus kucinta, aku Geo Kartapholeon yang sejak pertama kali merasakan radarmu akan terus berada di dalam perjalananmu dan akan bersedia untuk menciptakan kembali Impian impian yang dulu sempat pupus kepercayaanku pada samua itu”, dia mengakhiri semua ungkapan itu dengan senyuman yang sekarang sudah tak asing bagi memori seisi kepalaku.

“Aku.. aku ga kuat geo..


 gelang ini.. aku udah ga tahan sama semua pertahanan yang ga mungkin bisa dibendung lagi..”, aku mulai menundukkan kepalaku kemabli untuk meluapkan kelemahanku pada tumpahan air mata.
“kita sudah memilih. Odelia adalah satu dari sekian banyak insan yang tuhan pilihkan takdirnya untuk bertemu denganku..”, lirihnya
“bagaimana denganku?? Bukan dia yang kucintai.. bagaimana jika kau yang meyalahkan takdir itu?? Bahkan kau tak tau apapun tentang takdir itu sendiri..”, aku membalasnya dengan suara yang terdengar tersendat sendat karna menangis.

“Aku akan pergi melanjutkan takdirku, bahkan hatimupun ikut memilih sebelum kita bertemu di hari ini.”
“Aku hanya manusia dengan jutaan goresan tinta yang biasa kularungkan ke lautan.” Balasku.

Geo mulai menatap dingin, namun akhirnya tersenyum sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan Bidy yang tampak tak berdaya akan akhir pertemuan pertama mereka setelah dua tahun mereka habiskan untuk saling mengurung perasaan yang mendesak mereka untuk bertemu itu.

“Aku gatau nus.. harus gimana lagi.. aku pasrah pada semua perahu kertas yang kularungkan ke lautan itu”, aku terduduk lemas di depan pintu kamarku setelah geo meninggalkan ku dengan hati yang saat itu menangis. Langit nampak memerah, matahri bersembunyi dibalik awan yang tampak seperti kapas, dan dedaunan pohon di depan jendela kamarku jatuh bergiliran, hingga saat itu suara hatikupun tak terdengar karna semua yang kunantikan hanyalah goresan tinta yang kularungkan untuk neptunus berhasil sampai ke tuannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar